jf_pratama Publish time 14-7-2007 06:49 PM

Terpilih 30 Semifinalis BRTV 2007: Bintang Radio Televisi akan dihidupkan lagi

Maraknya acara variety show untuk memilih penyanyi di sejumlah stasiun televisi swasta memicu Radio Republik Indonesia (RRI) dan TVRI menyelenggarakan pemilihan Bintang Radio dan Televisi (BRTV) pada 2008. Kedua lembaga itu sudah lama tidak mengadakan pemilihan BRTV yang pernah populer di masa lalu Salah satu upaya untuk meningkatkan citra BRTV itu ialah dengan mengadakan pemilihan Bintang Radio Tingkat Nasional (BRTN) dan juga menjaring bintang televisi sebelum menggelar pemilihan BRTV.Bens Leo, anggota Dewan Juri BRTN di tengah-tengah pengumuman terpilihnya 30 semifinalis BRTN di Auditorium Stasion RRI Surabaya, Rabu (11/7) mengingatkan arti penting penyatuan acara tersebut

Babak grand final akan berlangsung di didepan publik secara luas di panggung Taman Surya, didepan Balai Kota Surabaya, Sabtu (14/7). Juara dari BRTN ini akan mengikuti festival serupa se Asia Tenggara di Kualalumpur, Malaysia. Para juara juga diproyeksikan masuk ke dapur rekaman industri musik.

"RRI dan TVRI harus bergabung lagi untuk menghasilkan penyanyi yang dapat diandalkan dimasa depan. Jika hal ini bisa dilakukan, maka stasiun televisi swasta lainnya akan langsung tiarap, karena RRI dan TVRI mempunyai jaringan yang sangat luas," kata Bens Leo.

Anggota dewan juri BRTN lainnya selain Bens Leo ialah Tarida Hutahuruk, Terre, Singgih Sanjaya dan Juriil Ayunir. Dewan juri memberikan penilaian terhadap tehnis, warna suara, tafsir lagu serta penampilan.

Bens Leo mengatakan, para peserta dari luar Jawa memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan peserta lainnya dari Jawa.''Mungkin hanya gaya dan penampilan yang bisa lebih diperbaiki, tetapi pada dasarnya kualitas suara dan tekhnis tidak kalah dengan rekan-rekannya di Jawa. Tetapi patokan dewan juri tetap pada kualitas suara karena disitulah letak bakat penyanyi,''kata Bens Leo.

Bens Leo juga memberikan apresiasi tersendiri kepada Voice Band yang mengaransir sebanyak dua belas lagu untuk seleksi tahap pertama. Lagu-lagu itu seperti Cinta, Dirimu Dirinya, Pilihlah Aku, Gantung untuk peserta wanita serta untuk peserta pria antara lain, Kau Masih Kekasihku, Hanya Dirimu, Kejujuran Hari, Tuhan Ku Tahu dan, Dialova

Sementara itu Tarida Hutahuruk yang pada tahun 1981 memenangkan lomba serupa melalui lagi Dirimu Satu mengaku sempat pesimistis terhadap peserta dari daerah.

"Ternyata kami tidak sepenuhnya benar, sebagian besar penuh bakat dan sangat potensial, tergantung bagaimana mereka selanjutnya memperbaiki kekurangan-kekurangan mendasar mengenai tafsir lagu, penguasaan di atas panggung, improvisasi mulai awal sampai akhir,'' kata Tarida yang sempat membawakan lagu Dirimu Satu ketika didaulat oleh para peserta.

Sementara musisi Singgih Sanjaya mengaku sempat menemui kesulitan memilih 30 peserta di babak seleksi kedua ini, karena semua peserta merupakan juara di daerahnya masing-masing dengan kualitas yang sama baiknya." Harus lebih banyak mengekspresikan diri, agar jangan sampai nampak kering diatas panggung, jadi belajarlah manajemen dinamika, kapan mencapai klimaks sebuah lagu. Belajarlah teori musik, pandai berimprovisasi,'' katanya.

Dari 30 peserta yang lolos ke babak seleksi kedua ini terdiri dari 15 putra dan 15 putri. Hanya tujuh kota yang mampu meloloskan pasangan penyanyi putra dan putrid, seperti Jakarta, Tanjung Pinang, Bandar Lampung, Ambon, Semarang, Bogor, dan Bandung.

jf_pratama Publish time 15-7-2007 11:33 AM

Lagu Sindiran Sujiwo Tejo
FRANS SARTONO

http://www.tembang.com/images/berita/art_200771311882038926106.jpg

Lagu bermuatan kritik sosial hadir dari Sujiwo Tejo. Lewat album berjudul Yaiyo, Tejo menyindir kondisi negara berikut perilaku dan tabiat politisi lewat semacam lagu dolanan, lagu rakyat bernada humor.

Album ini memuat sepuluh lagu yang seluruhnya sarat kritik sosial. Simak lagu Fabel yang bertutur tentang sederet binatang yang diangkat menjadi menteri. Gajah misalnya menjadi Menteri Sosial dengan alasan kuping gajah lebar sekali, "agar rakyat nyangka aku sangat peduli".

Sedangkan kelinci menjadi Menteri Riset dan Teknologi karena katanya di negeri ini banyak cobaan. "Kalau rakyat nggak tahan cobaan/ Biar menteri sendiri, hayo, jadi kelinci percobaan".

Dengan gaya mendongeng, Tejo bertutur tentang para binatang yang katanya berkenan berbusana safari. Kadal dan kambing, bunglon louhan dan teri/ Beo dan kuda hitam, semua kulantik menteri/ Walau kerja tak becus, tapi paling pokok. Hewan gampang diurus, lebih susah disogok.

Lirik lagu dirancang bergaya humor. Ini mengingatkan pada guyon parikeno, sindiran yang disampaikan dengan pendekatan humor yang tumbuh dalam kultur pergaulan Jawa. Sindiran semacam ini diangkat dalam seni pertunjukan seperti ketoprak atau ludruk yang kebetulan dekat dengan kehidupan Tejo.

Dengan gaya canda, Tejo bicara soal budaya korupsi pada lagu Jodoh. Ia menyorot tentang pengharapan rakyat dari lotre dalam Undian Harapan. Juga tentang perilaku politisi, para wakil rakyat dalam Taman Nak Kanak.

"Ngawur"

Banyak gagasan, masalah, dan sindiran yang disampaikan dalam album ini. Lirik terkesan menjadi panglima. Persoalannya adalah bagaimana menyampaikan lirik tersebut dalam format lagu sehingga makna sampai dengan nyaman ke telinga.

Bintang Indrianto sebagai penggarap musik dan sekaligus produser album ini cukup cerdik untuk menyiasati padatnya materi. Ia mengemas dengan beragam jenis musik. Jodoh yang digarap dengan rasa jazz plus dangdut, Taman Nak Kanak dengan irama Melayu-gambus, Jikalouw digarap dengan gaya lagu dolanan Jawa. Sebagai seniman bas, Bintang juga menempatkan bas sebagai pesona tersendiri. Bas itu ikut "bernyanyi".

Hampir semua lagu dalam album dibuat menggunakan pendekatan lagu rakyat yang spontan, bergaya main-main, dan terkesan "ngawur". Estetika melodi seperti menjadi tidak terlalu penting karena yang lebih penting adalah penyampaian lirik bermuatan kritik. Simak lagu Jikalouw yang liriknya mengucur seperti main-main. Jika melodi tak menampung lirik, maka gaya keluar jurus rap.

Lagu kritik versi Tejo itu menemukan bentuk komunikatifnya ketika dipentaskan langsung di depan khalayak. Lebih komunikatif ketimbang versi auditifnya. Setidaknya itu terlihat dalam acara selamatan pembuatan album itu di Warung Apresiasi, Bulungan, Jakarta Selatan, Mei lalu. Dalam format pertunjukan, nyanyian bersindiran itu menjadi hidup. Terjadi interaksi dari kumpulan audiens. Tak kurang dari Iwan Fals sampai Mudji Sutrisno merespons lirik Tejo. Pada dasarnya, mereka menertawakan sesuatu yang sama-sama telah diketahui.

"Dakocan"

Lagu dengan lirik bermuatan kritik sosial sudah banyak dibuat. Mogi Darusman pada tahun 1979 dengan telak menuding para koruptor lewat lirik. "Rayap-rayap yang datang merayap.... berjas dasi makan minum darah rakyat".

Iwan Fals produktif menulis lagu kritik sosial mulai zaman soal kenaikan harga BBM yang berdampak pada mahalnya harga susu dalam Galang Rambu Anarki. Tentang diskriminasi perlakuan pasien pada Ambulan Zig-Zag (1981) atau juga Wakil Rakyat (1987) yang mengkritik keras perilaku politik wakil rakyat yang, "hanya tahu nyanyikan lagu setuju".

Pak Kasur di awal 1960-an dengan cerdas membuat lagu anak-anak bermuatan kritik sosial tentang masuknya boneka Jepang bernama Dakocan yang untuk ukuran rakyat banyak saat itu relatif mahal. "Dakocan namanya bukan Sarinah/ Sayang-sayangnya mahal harganya".

Lagu kritik yang baik terbukti bisa dinikmati dan dinyanyikan dengan nyaman oleh anak-anak sekalipun. Syukur-syukur didengar mereka yang dikritik.

[ Last edited byjf_pratama at 16-7-2007 07:30 PM ]

jf_pratama Publish time 15-7-2007 03:04 PM

Drive Melejit Bersama Bintang
Minggu, 15 Juli 2007

http://www.tembang.com/resensi/images/res_2007713142332038926106.jpg

Drive, band yang mengusung pop-rock ini memang sedang naik daun. Grup yang diawaki oleh Adi (drum), Budi (gitar), Anji (vokal), dan Dygo (bas) tersebut menarik perhatian penggemar musik tanah air lewat debut album Esok Lebih Baik.

Single pertama Tak Terbalas yang klipnya digarap SinemArt ini mendapat sambutan hangat, meski masih belum cukup mengangkat nama mereka. Baru pada hit ke dua yang diberi judul Bersama Bintang, grup yang diproduseri oleh Piyu itu namanya mulai diperhitungkan.

Meski klip videonya masih belum bisa dinikmati, namun, lagu ini rasanya sudah akrab di telinga penggemar musik. Buktinya, sejumlah radio banyak yang me-request lagu ini. Belum lagi, dipasangnya lagu ini sebagai soundtrack sinetron Candy membuat pamor Drive semakin kemilau.

Nama Drive sendiri sebenarnya diambil dari teknik dalam permainan gitar. "Asal nama kami dari kata overdrive, itu adalah salah satu teknik dalam permainan gitar, karena, kami memang banyak mengeksplorasi sound efek gitar," terang sang vokalis.

Tampilnya Drive di jajaran band baru popular, tak lepas dari tangan dingin Piyu, sang produser sekaligus pemilik label rekaman E-Motion bersama istrinya, Flo. Drive ini, adalah band pertama yang diorbitkan oleh gitaris Padi tersebut. Menurut Piyu, musik yang diusung Drive sangat rapi, sampai-sampai dia tidak percaya dengan demo yang dibuat Drive.

"Saya sempat ragu dengan demo mereka, karena terlalu rapi untuk sebuah band baru. Tapi setelah melihat permainan mereka secara langsung, main mereka memang bagus," terang Piyu.

Para personel band yang dinaungi label E-Motion itu berharap, nama mereka semakin dikenal masyarakat, dan penggemar mereka bertambah banyak. "Secara pribadi, target saya, Drive ingin penjualan album drive tembus 100.000 kopi, sehingga layak mendapat platinum," harap Budi.

Namun demikian, mereka sudah cukup bersyukur dengan pencapaian mereka sejauh ini. "Berapa kopi yang laku itu urusan manajemen, yang penting kami terus bermain sebaik mungkin. Apa yang kami raih sekarang ini sudah di luar bayangan. Rasanya senang sekali bisa ditonton banyak orang, sambil menyanyikan lagu kami. Luar biasa rasanya," tutup Anji. (nar)



[ Last edited byjf_pratama at 16-7-2007 07:28 PM ]

jf_pratama Publish time 15-7-2007 09:23 PM

Aida Swenson: Planting the seeds of choral music in children
Kurniawan Hari, The Jakarta Post, Jakarta

Aida Swenson's might not be a famous name here, a country where many of its people still struggle every day for a plate of food. But, in some more prosperous nations, Aida is known well for her work in promoting choral music.

She is both founder and conductor of the Indonesian Childrens Choir (PSAI) and the Indonesian Youth Choir, Cordana.

Under her direction, the choirs have received awards and recognition internationally and toured the United States, Germany, Poland, Japan, the Philippines, Singapore and other Asian countries.

Aida is also the executive director of the Nusantara Symphony Orchestra (NSO) which has been gaining more and more appreciation from conductors overseas.

"I established the children choir in 1992. I tried to give children an opportunity to sing because schools did not provide enough singing lessons," Aida told The Jakarta Post recently.

Aida not only provided places for children to sing; she also gave the children basic music tuition, taught musical notation, how to listen and also appreciation of classic music.

In the same year, Aida had a chance to compare the quality of PSAI members to that of a visiting Australian children choir at a concert in Jakarta.

"I realized that the voices of Indonesian children could be improved. They sang very expressively," she said, adding that the event drove her to put a great effort into improving the choir.

Through singing, Aida said, children could also discover what music is all about.

Lack of exposure to music

Aida moved to Indonesia from the United States in 1981 after her husband, an American, got a new post in Jakarta. Working on projects for the World Bank, Aida's husband often traveled to places across Indonesia.

This provided the opportunity for Aida, too, to travel many remote places across the archipelago. It was during those days that Aida was exposed to the lives of people in remote areas.

She went to Ambon in Maluku, villages in East Nusa Tenggara and remote areas in Kalimantan and Papua.

Her travels to Kalimantan made her aware of the hardships faced by locals.

"I saw the lives of children were rather limited and frustrating. The children could sing well but they were not exposed to music," Aida said.

She also visited villages in Tanimbar and Tual in southeastern Maluku. "It was a journey I'll never forget. The waves were 10 meters high," she said of her nerve-wracking voyage.

Although the journey was sometimes not a pleasant trip, Aida fully enjoyed it.

"I taught children in places I visited how to sing properly. For me, it was like planting something. Hopefully, it would bear fruit when the children grew up," she said.

Not only did Aida teach the children, she also shared her knowledge and experience with local teachers -- especially music teachers -- in how to teach well.

This was driven by an awareness of the possibility that her husband might get posted to other countries. By sharing her knowledge, Aida said, she hoped some "Aidas" would remain in many places in Indonesia to promote music.

Her love of music could easily be traced back to genetic factors. Aida is the daughter of Alfred Simanjuntak, a composer whose composition Bangun Pemudi Pemuda became a patriotic song sung annually at Independence Day ceremonies.

Aida is a graduate of the Westminster Choir College, Princeton University, Princeton, the U.S., where she received her degree in Church Music and Choral Conducting with a scholarship from the World Council of Churches.

She studied choral conducting with Dr. Joseph Flummerfelt, Robert Shaw and Dr. Frauke Hausmann.

As a member of the Westminster Choir, she sang under the baton of various conductors, including Leopold Stokowski, Lorin Maazel, Zubin Mehta, Pierre Boulez and Leonard Bernstein.

Aida has spent over 20 years traveling throughout Indonesia, establishing choirs and childrens choirs in various provinces, giving master classes and training choral conductors.

One result of this effort was the performance of the World Childrens Choir concert Children Raise Their Voices in 2002.

Her professional activities include chairman of the Foundation for the Development of Choral Music in Indonesia (LPPN), member of the Board of Advisors of the Indonesian Institute of Church Music and membership of Jakarta Arts Council.

Orchestral ambitions

For all her achievements, Aida has received awards including the Governor's Award from Great State of California in 1997 for her exceptional expertise, talent and dedication and the ASEAN Woman in Music Award in 1998.

Despite all this, Aida is still concerned about the future development of music education in the country.

It is true, she said, that choirs have developed into a business. But, Aida questions if there are music teachers who are genuinely willing to improve the quality of music in Indonesia.

She urged people in the music industry and government officials to think about music development seriously.

"We win (international) competitions, but what have we accomplished?" she asked.

With her full schedule of developing children's choirs and promoting choral music in the regions, why did Aida take up an offer to handle the NSO?

For Aida, joining the NSO is part of her attempt to help establish a symphony orchestra with high reputation. "I appreciated the dreams that Ibu Miranda Goeltom (NSO chairperson and deputy governor of Bank Indonesia) had to build a reputable symphony orchestra. Consequently, I accepted an offer to manage the NSO," she said.

By joining NSO, Aida has also created an opportunity for Cordana members to perform with an orchestra.

"I'd like the choir (Cordana) to perform works from great composers like Mendelssohn, Beethoven and Tchaikovsky with an orchestral accompaniment.

If I had to pay the NSO or other orchestras to perform, I'd have to spend at least Rp 150 million. That is my dream. But we cannot afford to pay the orchestra.

By helping Ibu Miranda with the NSO, Cordana can perform. I help Ibu Miranda voluntarily. On the other hand, I derive a benefit as Cordana can sing with the NSO," said Aida, who has been managing the NSO for five years.

The NSO is now winning increasing appreciation from conductors in Germany, Hungary, Japan, Korea, Russia and the U.S. Indeed, noted musicians are sending their CVs, offering themselves as NSO conductor.

These days, Aida is busy supervising preparations for the PSAI childrens choir for a performance in Copenhagen, Denmark, and Austria next year.

"For the NSO, we'd like to take the orchestra on a European tour. That is our dream," she said.

jf_pratama Publish time 16-7-2007 04:37 PM

NINEBALL Angkat Tema Sosial dalam Album Baru
Senin, 16/07/2007

Satu lagi sebuah grup band baru asal Bandung, Nineball, tengah menebar harapan di ranah industri musik Indonesia. Setelah tujuh tahun mengembara manggung dari kafe ke kafe, akhirnya Nineball menggelindingkan album perdananya bertajuk ’’Hingga Akhir Waktu’’.

JAKARTA (SINDO) –Album ini secara umum menggambarkan sebuah perjalanan hubungan sosial, kekeluargaan, persahabatan, dan cinta, yang terpelihara hingga akhir waktu. Dengan sepuluh lagu yang liriknya mudah dicerna, terasa energik dengan dukungan rhythm section.

Karena itu, kekuatan karakter vokal Ray menjadi kekuatan album ini terasa semakin dinamis. Selain itu, musiknya diiringi entakan drum dan bas yang tegas disertai petikan gitar akustik, blocking sound gitar vintage, drive, fuzz,piano,keyboard,serta sampling loop yang simpel. Uniknya, Nineball menambahkan melodi-melodi gitar dan mandolin pada lagu berjudul Ingin.

Sementara itu,lagu Maaf... (harus pergi) dijadikan hit singel pertama pada album ini. Lagu yang diciptakan Yoga (gitar/keyboard) ini menceritakan tentang sebuah bentuk keraguan perasaan seseorang yang harus mengambil putusan dalam hubungan percintaan rumit. Lagu itu diberikan sentuhan gitar akustik, keyboard,dan string orchestra Oni cs. ’

’Selama tujuh tahun, kami manggung terus dan membawakan lagu-lagu milik orang lain. Kami ingin punya karya sendiri. Setelah melalui proses perjuangan yang cukup panjang, akhirnya album perdana kami ini bisa tercipta,” ujar sang vokalis Nineball, Ray.

Selain fokus di bidang musik, satu hal yang patut diacungi jempol dari kelima cowok Bandung ini adalah kepedulian mereka untuk mengajak dan menyampaikan pesan-pesan sosial. Mereka ikut membantu dunia pendidikan anak-anak di Indonesia.

’’Kami bekerja sama dengan Yayasan Tunas Cendekia Solidaritas Kebersamaan. Kami akan menyumbangkan 2,5% royalty dari penjualan CD/kaset serta 15% dari penjualan merchandise untuk kepentingan pendidikan,”tambah Ray.

Nineball merupakan sebuah band yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga anak muda, terutama di Bandung dan sekitarnya. Grup band yang dipunggawai Ray (vokal),Yoga (gitar/keyboard),Tdi ABX (drum),Ica (gitar),dan Deni WR (bas) ini terbentuk pada 9 September 2000.

Setelah melalui perjalanan panjang dengan frekuensi show yang cukup tinggi (cafe to cafe dan event to event), membuat mereka semakin pede memasuki peta persaingan musik Tanah Air. Mereka yakin, untuk persoalan kualitas, aksi panggung Nineball sudah tidak diragukan lagi.

Sementara itu, penggarapan album perdana tersebut melibatkan Didi Wachyudi (produser eksekutif),Pay BIP (produser dan music director), dan Dewiq yang tidak diragukan lagi eksistensinya di belantika musik Indonesia. (andree)

jf_pratama Publish time 16-7-2007 08:08 PM

Mendorong Bangunnya Industri Kreatif Indonesia
Ester Lince Napitupulu

Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang diundang untuk bersaing di empat kategori sekaligus, yakni musik, desain, film, dan fesyen dalam Kompetisi Tahunan International Young Creative Entrepreneurship of the Year (IYCEY) Awards 2007 di London, Inggris.

Peluang emas itu bisa dimaknai betapa kreativitas orang- orang Indonesia dinilai berpotensi dan menjanjikan dalam perkembangan industri kreatif yang tidak lagi mengenal batas-batas negara.

"Indonesia baru ikut tahun lalu, dan sepertinya kehadiran anak muda kita dalam program tersebut sangat mengesankan. Tahun ini, Indonesia punya kesempatan mengirimkan kembali anak muda yang punya potensi mengembangkan industri kreatif itu dalam empat kategori sekaligus," kata Yudhi Soerjoatmodjo, Project Team Leader Learning & Creativity British Council di Jakarta, pekan lalu.

Di tengah citra negara Indonesia yang belum menggembirakan di mata internasional karena ancaman pembajakan, terorisme, ekonomi yang terpuruk, atau masalah sosial dan politik dalam negeri, kesempatan emas ini tentu tidak akan disia-siakan. Apalagi, bangsa Indonesia juga memiliki warisan kekayaan kreativitas dari nenek moyang.

Menurut Yudhi, peluang emas yang diraih Indonesia ini karena para juri terpukau dengan kerja keras dua perwakilan Indonesia yang berhasil ikut dalam kompetisi di kategori musik dan desain tahun 2006.

"Indonesia punya track yang baik yang diakui dunia. Mengapa potensi untuk mengembangkan industri kreatif itu tidak dimanfaatkan? Pasarnya jangan hanya berpikir di Indonesia saja, tapi bisa mengglobal. Program yang mendorong muculnya insan-insan yang bisa mengembangkan industri kreatif yang luas jangkauannya inilah yang perlu dikembangkan sekarang ini dan masa depan," katanya.

Yudhi mengatakan, IYCEY Awards diprakarsai British Council sejak tahun 2004 untuk mencari para entrepreneur yang mampu mengawinkan seni dengan strategis bisnis jitu. Sebanyak 40 jawara dari 40 negara akan dikirim ke London untuk membangun jejaring dengan tokoh-tokoh industri kreatif Inggris serta menghadiri berbagai acara seperti Glastonbury Music Festival, 100% Design Show, London Film Festival, dan London Fashion Week.

Selain itu, peserta juga bersaing merebutkan hadiah senilai 7.500 poundsterling yang dipakai untuk menerobos pasar Inggris, membuat pelatihan, atau penciptaan produk baru.

Yoris Setiawan (34), wirausahawan musik yang ikut dalam ajang IYCEY Awards 2006, berhasil merebut hadiah kedua di kategori musik dengan mengusung proyek David versus Goliath. Jika kisah David dan Goliath yang kita kenal bermusuhan, dalam proyek musik versi Yoris justru mereka harus bekerja sama.

Goliath menggambarkan artis atau pelaku musik lainnya yang sudah eksis di dunia hiburan Indonesia dan memiliki uang "nganggur" dalam jumlah besar. Yoris berupaya mencari jalan agar Goliath bersedia membantu David, yang digambarkan penyanyi band atau pemusik muda berbakat yang belum bermodal agar dapat memasuki pasar rekaman. "Saya sempat merasa minder berhadapan dengan peserta dari negara lain. Apalagi soal pembajakan yang terus dicecar. Tapi, saya melihat Indonesia tidak kalah kok dengan negara lain. Kekayaan budaya kita justru membuat kita punya peluang lebih besar dari negara lain," kata Yoris.

Ridwan Kamil alias Emil (34), arsitek yang mewakili Indonesia dalam kategori desain tahun 2006, memang cuma berhasil masuk dalam 10 besar. Namun, Emil tetap dipuji karena desainnya ambisius dan mengesankan.

Arsitek yang terlibat dalam proyek Rasuna Epicentrum, Jakarta, ini memegang prinsip good design is good business. Emil meyakini, desain harus mengawinkan bisnis, sosial, dan lingkungan. "Justru mereka yang kreatif itu tidak mengandalkan pemerintah. Ke depannya, Indonesia akan bisa bertahan jika kreativitas manusia itu mendapat tempat. Kita harus bisa seperti di luar negeri di mana orang dihargai karena kualitas kerjanya," kata Emil yang 25 persen proyeknya berada di kawasan Timur Tengah dan China.

Dalam pengumuman pemenang IYCEY Awards Indonesia akhir pekan lalu, untuk kategori film, Indonesia akan diwakili Wahyu Aditya (26), pendiri Hello yang antara lain menggelar festival gambar bergerak. Adapun untuk kategori desain dimenangkan Gustaff Hariman Iskandar (32). Mereka menyusul Leo Rustandi yang terpilih di kategori musik. Sementara itu, untuk kategori fesyen pemilihannya menyusul.

Yudhi mengatakan, dia belajar dari Inggris yang terpuruk industri manufakturnya tahun 1990-an, tidak lantas menghancurkan ekonomi negara itu. Kebangkitan ekonomi justru dilihat dengan mengembangkan potensi mereka, industri kreatif.

Yoris pun menyatakan kekagumannya pada pemerintah daerah di Inggris yang sadar betul akan potensi industri kreatif mereka di bidang seni, film, musik, desain, dan sebagainya. "Jika ada festival kebudayaan, dana APBD seharusnya bukan sekadar sumbangan yang tidak ada hasilnya. Di Inggris, pemerintahnya mengalokasikan dana juga untuk festival musik, misalnya. Tapi acara itu menumbuhkan industri kreatif, termasuk membuat hotel-hotel penuh saat event itu berlangsung," ujar Yoris.

Menurut Yudhi, sektor manufaktur yang terkait dengan industri kreatif di Indonesia tahun 2005 bisa menyumbang Rp 915 triliun lebih atau setara 33 persen dari pendapatan domestik bruto Indonesia. PDB dari sektor ini lebih besar enam kali lipat dari minyak dan gas bumi.

Dari catatan Bank Dunia, 50 persen konsumsi dunia kini berasal dari produk dan jasa seperti fesyen, desain, film, dan sebagainya. Di Inggris, industri kreatif adalah sektor ekonomi kedua terbesar setelah perbankan dengan dua juta pekerja dan pemasukan sekitar Rp 2.188,8 triliun, setara PDB Indonesia tahun 2003.

Keberhasilan industri kreatif di Inggris ini juga didukung sistem pendidikan. Para pelajar di semua level diberi kesempatan seluas-luasnya mengembangkan kreativitas. Bahkan, ada sekolah di level pendidikan menengah yang diberi status khusus karena komitmen sekolah itu untuk mengembangkan kreativitas siswa.

Apakah sistem pendidikan Indonesia mampu menjawab peluang yang ada dalam generasi muda bangsa ini? Saatnya kreativitas siswa di sekolah-sekolah juga diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

jf_pratama Publish time 16-7-2007 08:11 PM

Mendorong Bangunnya Industri Kreatif Indonesia
Ester Lince Napitupulu

Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang diundang untuk bersaing di empat kategori sekaligus, yakni musik, desain, film, dan fesyen dalam Kompetisi Tahunan International Young Creative Entrepreneurship of the Year (IYCEY) Awards 2007 di London, Inggris.

Peluang emas itu bisa dimaknai betapa kreativitas orang- orang Indonesia dinilai berpotensi dan menjanjikan dalam perkembangan industri kreatif yang tidak lagi mengenal batas-batas negara.

"Indonesia baru ikut tahun lalu, dan sepertinya kehadiran anak muda kita dalam program tersebut sangat mengesankan. Tahun ini, Indonesia punya kesempatan mengirimkan kembali anak muda yang punya potensi mengembangkan industri kreatif itu dalam empat kategori sekaligus," kata Yudhi Soerjoatmodjo, Project Team Leader Learning & Creativity British Council di Jakarta, pekan lalu.

Di tengah citra negara Indonesia yang belum menggembirakan di mata internasional karena ancaman pembajakan, terorisme, ekonomi yang terpuruk, atau masalah sosial dan politik dalam negeri, kesempatan emas ini tentu tidak akan disia-siakan. Apalagi, bangsa Indonesia juga memiliki warisan kekayaan kreativitas dari nenek moyang.

Menurut Yudhi, peluang emas yang diraih Indonesia ini karena para juri terpukau dengan kerja keras dua perwakilan Indonesia yang berhasil ikut dalam kompetisi di kategori musik dan desain tahun 2006.

"Indonesia punya track yang baik yang diakui dunia. Mengapa potensi untuk mengembangkan industri kreatif itu tidak dimanfaatkan? Pasarnya jangan hanya berpikir di Indonesia saja, tapi bisa mengglobal. Program yang mendorong muculnya insan-insan yang bisa mengembangkan industri kreatif yang luas jangkauannya inilah yang perlu dikembangkan sekarang ini dan masa depan," katanya.

Yudhi mengatakan, IYCEY Awards diprakarsai British Council sejak tahun 2004 untuk mencari para entrepreneur yang mampu mengawinkan seni dengan strategis bisnis jitu. Sebanyak 40 jawara dari 40 negara akan dikirim ke London untuk membangun jejaring dengan tokoh-tokoh industri kreatif Inggris serta menghadiri berbagai acara seperti Glastonbury Music Festival, 100% Design Show, London Film Festival, dan London Fashion Week.

Selain itu, peserta juga bersaing merebutkan hadiah senilai 7.500 poundsterling yang dipakai untuk menerobos pasar Inggris, membuat pelatihan, atau penciptaan produk baru.

Yoris Setiawan (34), wirausahawan musik yang ikut dalam ajang IYCEY Awards 2006, berhasil merebut hadiah kedua di kategori musik dengan mengusung proyek David versus Goliath. Jika kisah David dan Goliath yang kita kenal bermusuhan, dalam proyek musik versi Yoris justru mereka harus bekerja sama.

Goliath menggambarkan artis atau pelaku musik lainnya yang sudah eksis di dunia hiburan Indonesia dan memiliki uang "nganggur" dalam jumlah besar. Yoris berupaya mencari jalan agar Goliath bersedia membantu David, yang digambarkan penyanyi band atau pemusik muda berbakat yang belum bermodal agar dapat memasuki pasar rekaman. "Saya sempat merasa minder berhadapan dengan peserta dari negara lain. Apalagi soal pembajakan yang terus dicecar. Tapi, saya melihat Indonesia tidak kalah kok dengan negara lain. Kekayaan budaya kita justru membuat kita punya peluang lebih besar dari negara lain," kata Yoris.

Ridwan Kamil alias Emil (34), arsitek yang mewakili Indonesia dalam kategori desain tahun 2006, memang cuma berhasil masuk dalam 10 besar. Namun, Emil tetap dipuji karena desainnya ambisius dan mengesankan.

Arsitek yang terlibat dalam proyek Rasuna Epicentrum, Jakarta, ini memegang prinsip good design is good business. Emil meyakini, desain harus mengawinkan bisnis, sosial, dan lingkungan. "Justru mereka yang kreatif itu tidak mengandalkan pemerintah. Ke depannya, Indonesia akan bisa bertahan jika kreativitas manusia itu mendapat tempat. Kita harus bisa seperti di luar negeri di mana orang dihargai karena kualitas kerjanya," kata Emil yang 25 persen proyeknya berada di kawasan Timur Tengah dan China.

Dalam pengumuman pemenang IYCEY Awards Indonesia akhir pekan lalu, untuk kategori film, Indonesia akan diwakili Wahyu Aditya (26), pendiri Hello yang antara lain menggelar festival gambar bergerak. Adapun untuk kategori desain dimenangkan Gustaff Hariman Iskandar (32). Mereka menyusul Leo Rustandi yang terpilih di kategori musik. Sementara itu, untuk kategori fesyen pemilihannya menyusul.

Yudhi mengatakan, dia belajar dari Inggris yang terpuruk industri manufakturnya tahun 1990-an, tidak lantas menghancurkan ekonomi negara itu. Kebangkitan ekonomi justru dilihat dengan mengembangkan potensi mereka, industri kreatif.

Yoris pun menyatakan kekagumannya pada pemerintah daerah di Inggris yang sadar betul akan potensi industri kreatif mereka di bidang seni, film, musik, desain, dan sebagainya. "Jika ada festival kebudayaan, dana APBD seharusnya bukan sekadar sumbangan yang tidak ada hasilnya. Di Inggris, pemerintahnya mengalokasikan dana juga untuk festival musik, misalnya. Tapi acara itu menumbuhkan industri kreatif, termasuk membuat hotel-hotel penuh saat event itu berlangsung," ujar Yoris.

Menurut Yudhi, sektor manufaktur yang terkait dengan industri kreatif di Indonesia tahun 2005 bisa menyumbang Rp 915 triliun lebih atau setara 33 persen dari pendapatan domestik bruto Indonesia. PDB dari sektor ini lebih besar enam kali lipat dari minyak dan gas bumi.

Dari catatan Bank Dunia, 50 persen konsumsi dunia kini berasal dari produk dan jasa seperti fesyen, desain, film, dan sebagainya. Di Inggris, industri kreatif adalah sektor ekonomi kedua terbesar setelah perbankan dengan dua juta pekerja dan pemasukan sekitar Rp 2.188,8 triliun, setara PDB Indonesia tahun 2003.

Keberhasilan industri kreatif di Inggris ini juga didukung sistem pendidikan. Para pelajar di semua level diberi kesempatan seluas-luasnya mengembangkan kreativitas. Bahkan, ada sekolah di level pendidikan menengah yang diberi status khusus karena komitmen sekolah itu untuk mengembangkan kreativitas siswa.

Apakah sistem pendidikan Indonesia mampu menjawab peluang yang ada dalam generasi muda bangsa ini? Saatnya kreativitas siswa di sekolah-sekolah juga diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

jf_pratama Publish time 16-7-2007 08:17 PM

Zeus Band Ciptakan Theme Song HIV/AIDS
Senin, 16 Juli 2007

http://www.kapanlagi.com/p/zeus_band_hl.jpg

Kapanlagi.com - Band termuda dalam naungan Sony BMG Indonesia - Zeus Band yang juga spokesperson UNAIDS mempersembahkan lagu Tertawa Menangis sebagai theme song bagi penderita penyakit yang sampai sekarang ini belum ditemukan formula penyembuhannya. Lagu tersebut tergabung dalam album debut Dewi Cinta. Dan dari lagu Tertawa Menangis, Zeus akan memberikan sebagian pendapatan untuk mendukung kegiatan HIV/AIDS.

Fairez (22 - vokal), Selpa (17 - keyboard), Rijo (18 - drum), Aris (17 - rhythm), Arif (17 - lead gitar) dan Eddie (17 -bass) yang tergabung dalam Zeus, mengaku bukanlah hal mudah untuk menjadi spokesperson apalagi bersinggungan dengan AIDS, salah bicara malah bisa menjadi gawat dari AIDS. Untuk itu mereka yang rata-rata masih ABG ini berusaha mempersenjatai diri dengan selalu konsultasi dan sharing dengan lembaga-lembaga dan panti-panti khusus penderita AIDS sebagai tempat pembelajaran.

"Selain itu kita juga mengikuti beberapa penyuluhan dan training agar kita bisa menyampaikan dan menjelaskan secara baik dan benar apa dan bagaimana AIDS tersebut. Dan kenapa kami memilih AIDS bukan narkoba misalnya yang lebih mewabah di kalangan usia kami karena pada dasarnya narkoba atau kecanduan bisa disembuhkan kalau memang niat untuk itu tetapi AIDS tidak, kita mencoba untuk menghibur mereka," papar Fariez di Plasa Semanggi.

Untuk lagu Tertawa Menangis yang bernadakan melow, mereka juga mengaku sama sekali tidak mengenrekan lagu ke arah mana, bagi keenam pria tanggung ini kepedulian lebih penting artinya daripada membahas mengenai genre bermusik. Satu sikap yang pantas ditiru oleh lainnya terutama band-band senior. (kpl/wwn)

[ Last edited byjf_pratama at 16-7-2007 07:19 PM ]

jf_pratama Publish time 16-7-2007 08:25 PM

JANE DONNA Band, Akankah Menjejak Level Musikalitas Lebih Tinggi?

http://www.tembang.com/images/berita/art_20077161614592038926106.jpg

BERKARYA, bermusik, berkesenian, memang tak bisa dibatasi apapun. Kegelisahan demi kegelisahan, harus tersalurkan supaya tak menjadi "endapan" yang meresahkan. Mungkin tak melulu bermodal kegelisahan, ketika band dari Surabaya bernama JANE DONNA memilih merilis album EP untuk memulai langkah musikalnya. Siapa mereka?

Untuk musisi di Jakarta, nama JANE DONNA pastilah terdengar samar-samar. Atau malah tak terdengar sama sekali. DI Surabaya, nama mereka juga tak berkibar kencang sekali. Lalu apakah kemudian mereka bermusik sebagai bagian dari kenekatan saja? Tampaknya tidak, kalau kita melihat perjalanan band ini.

Penggagasnya adalah PradityaEka . Cita-cita cowok ini adalah membentuk satu proyek musik dengan frontline cewe yang kental dengan nuansa ballada. Nyaris seperti musik-musisi folk yang adem dan bersahaja.

Sempat berkolaborasi dengan seseorang, tapi ternyata tidak pas. sampai akhirnya, mahasiswa Desain Interior di Universitas Kriten Petra Subraya ini bertemu kawan sekampusnya bernama KlaraKarina. Cocok. Dan mereka memilih menjadi duo, dengan beberapa lagu yang kemudian disetting ulang oleh mereka berdua, menjadi lebih soft.

Pemilhan nama band pun, diambil dari nama “John Doe” dan “Jane Doe”, nama yang dipakai oleh pihak kepolisi an untuk mengidentifikasikan seseorang “unknown victim”. Secara musikalitas, mereka terinpsirasi oleh Modern American Alternative seperti yang dibawakan oleh New Radicals, Sixpence None the Ritcher, Paul Mccartney, dan The Cardigans, dan Feist.

Kni band yang masih berhomebase di Surabaya ini diawaki oleh PradityaEka , KlaraKarina , Bembz , Alka dan RamaDoz . Mereka baru saja merilis album EP yang diberi titel 'RELEASE US' . Menyuguhkan musik yang adem, album yang hanya berisi empat lagu ini menjadi satu langkah awal JANE DONNA untuk mengembangkan sayap musikalnya.

Lagu-lagu yang masuk di album ini adalah Little Time, Pasrah, Hingga, dan Lamunan. Akankah JANE DONNA menjejak level yang makin tinggi, atau sekedar menjadi pemain kandang?

jf_pratama Publish time 16-7-2007 08:46 PM

SULTAN Band, Tak Mau Punya 'Lagu Tiri'

http://www.tembang.com/images/berita/art_2007761319202038926106.jpg

SADAR RISIKO! Harusnya itu yang ada di benak personil band baru ini. Risiko jadi ngetop atau sebaliknya, risiko capek ngeband tapi gak terkenal-terkenal. Apapaun risikonya, band yang menamakan dirinya SULTAN Band ini toh tetap berkarya. Soal kemudian diterima atau tidak, itu urusan kuping pendengar sebenarnya.

Diawaki Jecky , Angga , Jamal , Lucky , dan Iwan , SULTAN Band memang belum benar-benar menapakkan diri di jagat musik Indonesia. Meski singlenya sudah beredar, tapi ditanya soal band ini, belum banyak yang aware dan tahu banyak. Memang sih, siapa mereka?

Tidak banyak informasi yang didapat tentang band ini. Bagaimana awal karirnya juga tidak terlacak. Tapi yang jelas, berbasis pop-rock dengan sentuhan melayu, mereka yakin dengan pilihan musikalnya. "Sesuai dengan filosofi Sultan, bijaksana dan disukai banyak orang, begitulah kami dalam berkarya, mencoba bijaksana dan semoga disukai banyak orang," jelas Jecky sambil tersenyum.

Album pertama yang bakal rilis diberi titel 'YANG KAU PILIH' dibuat dengan konsep 'anak kandung'. Artinya, semua lagu yang ada di album ini semua potensial jadi hits. "Kami tidak menganaktirikan karya-karya kami. Kalau kemudian ada lagu yang harus jadi hits, itu lebih kepada pilihan pasar dan pendengar," tambah Jecky lagi.

Single yang dijagokan dan dibuat klipnya adalah 'Aku Bukan Untukmu' ciptaan Angga. Lagu yang kental warna pop-nya ini klipnya dibuat oleh Arief Okep. Pilihan vokal Jecky, cowok kelahiran Auribab, 4 Desember 1986 ini, cukup pas. Karakter timurnya khas.

SULTAN Band memang belum jadi "apa-apa" sekarang ini. Tapi siapa tahu, kelak bakal jadi "apa-apa" lewat karya mereka. Jadi, nikmati dulu deh, sebelum memutuskan...

jf_pratama Publish time 16-7-2007 08:49 PM

CORDOVA Band, Musikalitas Rapi Saja Tak Cukup

http://www.tembang.com/images/berita/art_2007731737482038926106.jpg

MENDENGAR aroma musiknya, sebenarnya band yang mengusung nama CORDOVA ini tidak menawarkan hal baru, malah membawa kita melayang ke era 90-an awal saat band-band rock berjaya di dunia rekaman kita. Tentu tak sekedar mengisi waktu luang dan memilih rekaman, karena CORDOVA pasti punya harapan untuk berkembang dan dikenal di kancah musik Indonesia.

Berawak Ojonk , Sangkan , Somavox , dan Uppy , CORDOVA baru saja merilis album perdananya yang diberi titel 'PUTARAN WAKTU'. Personil band yang dibentuk sekitar Maret 2005 silam ini, beberapa tahun silam sebenarnya sudah sempat bermusik dengan band yang berbeda-beda. Banyak hal yang membuat mereka kemudian berhenti bermusik dan memilih sebagai pekerja kantoran.

Tapi panggilan bermusik ternyata tetap "menggoda" sampai akhirnya mereka sepakat berkumpul lagi dan menjadi satu band baru bernama CORDOVA. Namanya sendiri diambil dari nama kota Islam yang pernah mengalami masa-masa kejayaan di Spanyol. "Yah kita juga ingin berjaya di blantika musik Indonesia," ujar Ojonk, vokalis yang juga adik kandung rocker asal Tanjung Pinang, almarhum Andy Liany.

Dalam album pertama ini, band ini banyak dipengaruhi oleh aliran musik Blues, Rock n Roll dan Funk. Buka aliran yang sedang trend saat ini memang, tapi mereka tidak ingin membatasi pada satu aliran musik saja atau mengkotak-kotakkan aliran musik yang mereka mainkan. "Musik itu buat kita universal kok," imbuh Ojonk lagi. Jawaban yang sebenarnya klise.

Di salah satu track mereka memajang 'Sanggupkah '. Bukan lantaran ada Ojonk yang adik kandungnya, tapi karena ternyata band ini termasuk salah satu pengagum Andy. Melihat musikalitas mereka yang rapi, meski terkesan oldskuul, CORDOVA mungkin bisa menyelip di antara band-band baru dengan bujet promo besar. Tapi kalau untuk "meledak" rasanya sulit, karena trend-nya tidak sedang berhembus ke arah musikalitas yang mereka pilih. Repotnya lagi, penikmat musik disini masih tergantung trend.

jf_pratama Publish time 16-7-2007 08:54 PM

PENANTIAN HIDUP; Album Erwin Gutawa Bukan?

http://www.tembang.com/resensi/images/res_2007761955232038926106.jpg

EKSPEKTASI TINGGI. Mungkin rasa yang sama juga dirasakan oleh banyak penikmat musik di Indonesia. Gara-garanya karena sukses album pertama band bernama SAMSONS yang bertitel 'Naluri Lelaki' terasa mengejutkan. Apalagi kemudian diimbuhi dengan rentetan sukses ring back tone-nya. Masuk album kedua, "PENANTIAN HIDUP" banyak yang "bertaruh" apakah akan sesukses album perdananya.

JUjur saja, penulis pun berharap banyak ada peningkatan kualitas dibanding album pertamanya. Karakter vokal Bams dan pilihan lirik Irfan, ternyata merupakan tarikan kuat yang jadi benang merah di album pertama. Di album kedua?

Pertama yang jadi catatan adalah perubahan vokal Bams. Terasa sekali di single pertama 'Kisah Tak Sempurna' Bams menurunkan tempo nadanya. Tak cuma itu, Bams mencoba bermain-main dengan karakter baritonnya. Berhasilkah? Sayangnya, agak mengecewakan meski secara musikalitas, lagu ini termasuk apik di list album ini.

Suara Bams, kemudian "meledek" di track 'Hey Gadis'. Tapi Kegenitan yang muncul menurut penulis gagal diulangi di track yang konon merupakan jawaban dari single 'Naluri Lelaki'. Menariknya, Samsons mencoba nge-mix beberapa rangkaian nada yang tidak lazim. Ada sentuhan brit-rock, tapi menyelip sound reggae. Lagu ini jenaka, tersenyum, tapi masih nendang. Kurang "bajingan" nyanyinya.

Di track pengantar 'Seandainya' penulis "kehilangan" Samsons. Bagaimana tidak, dari dentuman orkestranya, penulis lebih merasa track ini seperti kompilasi Erwin Gutawa yang kebagian mengurus dviis orkestra. Track ini malah mengingatkan penulis pada album Rockestra garapan Erwin. Ciri prolog di tiap sesi orkestranya, sangat kental gaya Erwin. Sayangnya, orkestra di beberapa lagu yang ada, terasa sama dengan track ini.

Tapi, Samsons makin "manajamkan" diri di lirik-lirik "berdarah-darah" ala 'Kenangan Terindah'. Di album ini, single yang diprediksi bakal mengharubiru ada di lagu 'Luluh'. Bahaya! Bams bisa menemukan soul yang pas, musikalitas yang terasa matang dan klip yang berbicara. Prediksi penulis, meski tidak akan mengulangi sukses single-single di album sebelumnya, track ini bakal menjadi 'most request song' yang cukup kental.

Bicara kematangan, album 'Penantian Hidup' ini dapat dikatakan loncat kelas. Repotnya, ditataran baru ini, kalau tidak hati-hati Samsons bisa keteteran. Peak Samsons tampaknya diumbar di album ini. Kuatirnya, album selanjutnya malah jadianti klimaks. Semoga tidak ya.

jf_pratama Publish time 17-7-2007 03:08 PM

PANG-5 BAND Gigih Promosikan Album Baru
Selasa, 17/07/2007

Bulan ini, ranah industri musik Indonesia dibanjiri kehadiran musisi dan grup band baru. Belakangan ini, grup band She,Nineball, dan Andity, melempar album barunya ke pasaran.

JAKARTA (SINDO) —Hingga kemarin,sebuah band baru, Pang-5 band, pun ikut mengundi nasib di belantika musik Tanah Air. Untuk menghadapi persaingan, para personel Pang-5 mengaku akan gigih mempromosikan album perdananya, yang bertajuk ’’Menanti Hingga Ujung Usia’’.

Hal itu mereka lakukan agar bisa survive di dunia industri musik Indonesia. Sekilas, memang tidak ada yang terlalu istimewa pada album tersebut. Namun, Pang-5 menawarkan materi yang sederhana, easy listening, tidak idealis, komersial, tapi tetap ear catching.

’’Lagu-lagu pada album ini memang sederhana,tapi kami akan bikin promosi yang luar biasa, seperti promosi lewat stasiun televisi nasional dan lokal.Kami juga sudah menyebarkan materi album ke sekitar 500 radio di seluruh Indonesia,” jelas sang vokalis, Dhana, pada jumpa pers peluncuran album perdananya di The Rock Cafe, Hotel Grand Flora Kemang, Jakarta Selatan, kemarin.

Sementara itu,untuk pendistribusiannya, Pang-5 bekerja sama dengan label Nagaswara. Pada album besutannya,Pang-5 mencoba tebar pesona lewat melodi dan lirik cinta. Mereka mengandalkan lagu Tak Mampu Lupakanmu dan Dinda (Maafkan Aku) sebagai singel andalannya.

Kedua lagu ini juga telah dibuatkan klip videonya. Grup band yang diawaki Dhana (vokalis), Anto (gitaris), Donald (drummer), Ichal (basis), Roberto (keyboardis),dan Cahyo (keyboardis kedua) ini mengusung genre pop kreatif. Personel Pang-5 berasal dari berbagai kelompok musik aneka genre

[ Last edited byjf_pratama at 17-7-2007 05:11 PM ]

jf_pratama Publish time 17-7-2007 06:13 PM

"Gamelan Gaul"
Jika Gamelan Dimainkan Anak Muda

Lukas Adi Prasetya

Gamelan ternyata menyenangkan. Di tangan anak-anak muda, gamelan tak lagi bisa dicap sebagai seperangkat alat musik yang kedaluwarsa dan kaku. Gamelan ternyata bisa jadi alat gaul dan masih cocok dengan irama zaman. "Dinikahkan" dengan instrumen musik modern pun ternyata sedap didengar.

Peranti musik untuk karawitan itu diberi porsi khusus dalam 12 tahun Yogyakarta Festival Gamelan (YGF), 7-11 Juli di Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Dua hari pertama, sekitar 10 kelompok anak muda menjadi lakon "Gamelan Gaul", titel acara itu.

Tak tanggung-tanggung, oleh peserta yang notabene pelajar dan mahasiswa ini, gamelan "ditubrukkan" saja dengan teater, tarian, olah vokal bukan nyinden (tembang Jawa) dan teriakan, gitar listrik, serta setumpuk alat musik nge-band lain. Pokoknya, semua diangkut naik panggung.

Puluhan siswa-siswi SMAN 8 Yogyakarta lewat kelompok teaternya, Teater 10, memainkan gamelan untuk membalut tarian dari tiga daerah: Papua, Jawa Tengah, dan Bali. Di penghujung aksi, Sabtu malam lalu, mereka menyanyikan lagu Bendera milik grup musik Coklat.

Selain mereka, ada pula SMKN 1 Kasihan Bantul dengan gending dan ketopraknya. Juga SMA Bopkri 1 (BOSA), SMKN 2 Depok Sleman, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Universitas Gadjah Mada (UGM), hingga siswa-siswi SLB C Wimar Asih Jakarta.

Kalau itu kurang memacu gairah, masih ada modern dance yang memanjakan mata lewat liukan tubuh para dancer yang notabene masih berstatus pelajar. Namun, jika mau jujur, dance yang diikuti delapan grup ini jadi menarik karena iringan musiknya adalah bunyi gamelan. Padahal, biasanya para dancer ditemani house music dan irama Top40.

Memang, nada-nada yang mengiringi bukanlah asli gamelan karena itu adalah bunyi-bunyian hasil racikan program komputer oleh Gayam16, komunitas pencinta gamelan di Yogyakarta yang digawangi Sapto Rahardjo. Sapto sendiri adalah penggagas YGF.

Gamelan Gaul memang hanya dua hari karena tiga hari terakhir YGF diisi kelompok profesional, misalnya KPH7 yang digawangi oleh Alex Dea dan Ray Weisling, seniman gamelan dunia. Tak ketinggalan Ensemble Kyai Fatahillah dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pun ikut. Di tangan mahasiswa UPI ini, gamelan dipadukan dengan keyboard, suling, dan biola.

Namun, mahasiswa luar negeri, seperti mahasiswa Universiti Teknologi Mara Malaysia, juga hadir. Mereka memainkan pure gamelan. Maklum, di negeri jiran itu gamelan belum dikontemporerkan, alias masih dimainkan secara tradisional. Atas alasan itu, mereka takjub ketika melihat gamelan dicampur-campurkan dengan banyak atraksi.

YGF menghangat ketika penyanyi keroncong Waljinah berduet dengan dalang wayang suket Slamet Gundono. Mereka diiringi Padhang Moncar Gamelan Grup dari Selandia Baru, Selasa lalu. Musisi Sawung Jabo pun juga naik meski latihannya dadakan hari itu.

Satu lagi yang menggelitik, mereka yang datang ke YGF bisa mencicipi permainan video game Dance-Dance Revolution (DDR) Supernova. Ini merupakan inovasi dan konvergensi antara musik, gerak, dan game.

Permainan goyang "pijak-pijak tombol dengan kaki" sambil memelototi layar itu menyentak hati karena penuh sensasi, terutama bagi pendengar yang pernah mengenal karakter musik Bali.

Menarik! Lebih tepat, lalu jadi renungan kita. Ini permainan musik dan gerak bikinan orang Amerika Serikat yang menggabungkan instrumen gamelan Bali dan olahan komputer. Semakin menarik karena bunyi gamelan Bali hanya dijumpai dalam level enam. Itu adalah level tertinggi DDR yang bahkan belum beredar di Indonesia. Lima level di bawahnya hanya diiringi musik disko biasa.

Kembali ke panggung, barangkali, penampilan paling membuat geleng-geleng kepala ketika gamelan dibunyikan bareng dengan suara knalpot motor gede saat penutupan YGF, Rabu malam. Sangat memekakkan telinga. Puluhan biker yang sehari-hari berurusan dengan oli dan mesin ini "dipaksa" latihan dua hari memegang gamelan.

Alex Dea, yang melatih para biker ini hanya tertawa ketika ditanya apa maknanya menggabungkan gamelan dengan suara knalpot yang bising luar biasa. "Dalam musik tidak ada pembicaraan. Ketika ada suara dan semua sepakat, jadilah sudah," begitu jawab Alex.

Seperti kata Alex dan juga Sapto, semua sah-sah saja untuk disandingkan dengan gamelan. Namun, jangan lantas diartikan ini eksperimen tanpa konsep, tanpa arti, atau asal coba tanpa punya harapan. Yang dilakukan anak-anak muda ini justru bentuk penghargaan pada gamelan.

"Enggak mungkin berharap anak muda memainkan gamelan seperti dulu saat kakek-nenek dan moyangnya. Mereka ingin memainkan alat-alat itu sesuka hati dan jiwa mereka. Ya mainkan saja. Lebih jahat kalau gamelan didiamkan saja dan menjadi museum, bukan?" ujar Sapto.

Saat anak-anak muda berkenalan dengan gamelan sesuai dengan keinginan sendiri, di situlah gamelan punya masa depan. Indonesia, ujar Alex Dea, resah karena khawatir seni tradisinya bakal hilang. Amerika Serikat dan Thailand merasakan hal serupa.

"Masalahnya kemudian, terus mau apa? Jawabannya kan bagaimana cara melestarikan," katanya. Tentang itu, Alex memberi ilustrasi. Menurut dia, musik Beethoven dan Bach juga pernah hilang dulu. Ilustrasi kedua, grup musik legendaris Queen sampai kini juga masih digemari.

"Musik klasik Beethoven dan Bach sempat menghilang karena tidak ada yang memainkan. Namun, partitur yang masih ada kemudian dimainkan lagi. Dimainkan, diperdengarkan, dan terus diperdengarkan, itulah yang membuat musik mereka kini bisa bertahan. Demikian juga dengan Queen," kata Alex.

Sapto berani bertaruh, sejatinya ada sisi terdalam dari gamelan yang membuat orang penasaran ingin berkenalan. Tampaknya, itu ada benarnya kalau menyimak pendapat Cantya, siswi SMAN 8 Yogyakarta yang baru setahun kenal gamelan karena alat itu wajib dikuasai dalam teater sekolah.

"Ketika masuk SMA, saya enggak tertarik gamelan. Apaan tuh, alat musik kok monoton bunyinya dan tidak membuat bersemangat. Kuno banget. Tapi, ketika saya paksa sedikit untuk belajar, eh kok unik ya," ujar Cantya yang dalam pentas kebagian memainkan gong.

Anindya Sekar, dancer kelompok Ytf mengaku sangat senang ketika meliukkan tubuh dengan iringan gamelan dari komputer. Penampilannya pada Minggu lalu adalah kali pertama siswi SMA Bopkri 2 Yogyakarta itu nge-dance memakai iringan gamelan. "Saya dan teman-teman hanya berlatih sepekan," katanya.

Menyinggung mengapa ada porsi khusus dalam YGF untuk anak muda, Sapto mengatakan, sudah saatnya mereka dikedepankan sebagai pelaku. Di awal pelaksanaan YGF lalu, anak- anak muda hanyalah mayoritas penonton. Yang naik pentas adalah para profesional dan sebagian anak-anak.

Ini menjadi tanda-tanda yang menggelisahkan Sapto. Perlahan, pelajar dan mahasiswa mulai diberi ruang dalam YGF sejak tahun 2000 dan semakin mengerucut pada YGF tahun ini. Meski begitu, kampiun-kampiun gamelan mancanegara dan partisipan lain tetap kebagian porsi.

Berangkat dari keinginan mengenalkan gamelan ke generasi muda, Sapto dan komunitas Gayam 16 sejak tahun 2005 datang ke SLTA-SLTA dua bulan sekali. "Kami hanya dialog, berbagi wawasan, dan siswa diberi ruang untuk memainkan gamelan sesuai selera," tuturnya.

Di tangan anak muda, gamelan mencari jalannya. Namun, seiring dengan itu, gamelan sudah mendunia. Bunyinya dipakai di mana-mana dan tidak hanya orang Indonesia yang bisa memainkan. Atau tepatnya, gamelan tak lagi bisa diklaim kebanggaan Indonesia.

Gamelan telah menjadi milik dunia. Ia bebas dimainkan siapa saja, dari orang Jawa, Sunda, Bali, hingga Jepang dan orang India. Namun, sebenarnya tak perlu berpusing mencari cara untuk melestarikan gamelan.

Sapto punya jawaban menggelitik tentang itu. "Mainkan saja gamelan. Mainkan dengan senang dan bersemangat. Gamelan bukan sekadar alat. Ia adalah spirit yang menyelimuti manusia. Memainkan gamelan adalah menuju kebersamaan karena gamelan akan menjadi bagus jika dimainkan banyak orang."

Spirit gamelan memang khas spirit Timur. Namun, hati-hati, kebersamaan bukanlah "rombongan", apalagi "gerombolan" yang meleburkan individu.

[ Last edited byjf_pratama at 18-7-2007 05:57 PM ]

jf_pratama Publish time 18-7-2007 06:54 PM

Festival Bambu
Minim, Ruang Bermusik bagi Seniman Tradisi

Denpasar, Kompas - Belasan seniman dan musisi mengharapkan pemerintah memerhatikan keberadaan dan kelestarian musik tradisional. Minimnya ruang bermusik bagi para seniman tradisi di daerah menimbulkan keprihatinan sekaligus kekhawatiran makin sedikitnya peminat musik tradisional, termasuk kemungkinan pendeknya regenerasi seniman daerah.

Oleh karena itu, dipandang perlu adanya gagasan mendengungkan kembali alat-alat musik tradisional, seperti musik berbahan dasar bambu. Alasannya, bambu menjadi salah satu alat musik yang dikenal dan beragam hampir di seluruh Nusantara.

Kegelisahan itu muncul dalam "Diskusi Bambu Nusantara" di Denpasar, Bali, Senin (16/7) malam. "Kami membutu*kan perhatian dan perjuangan dari pemerintah untuk memberikan ruang atau panggung bagi para musisi atau seniman musik tradisional untuk pentas di negeri sendiri. Meski sebenarnya kami sudah sampai mendunia, hanya saja perhatian pemerintah masih kurang sehingga sepertinya tidak terjadi apa pun," kata Ketut Suwentra (60), seniman jegog.

Hal senada diungkapkan pengamat musik dan musisi Dwiki Dharmawan. Menurut dia, perjuangan pemerintah untuk membanggakan alat musik tradisional ke ajang internasional masih sangat minim. Bahkan, ia kecewa ketika beberapa negara sempat mematenkan alat musik angklung, bukannya Indonesia.

Dalam diskusi tersebut juga sepakat perlu adanya gebrakan, seperti memunculkan buku-buku yang lebih mengenal alat musik tradisional seperti bambu. Ini dinilai penting untuk memunculkan pula regenerasi. Alasannya, jika tak dipicu dengan panggung atau ruang bermusik, hal itu akan terjadi kekecewaan di kalangan generasi muda dan mereka beralih ke alat musik modern. "Namun, ini juga bukan pekerjaan yang mudah menusantarakan alat musik tradisional hingga ke internasional," ujar Dwiki.

Untuk itu, sejumlah musisi dan seniman daerah akan berkolaborasi dalam Festival Bambu Nusantara pada 18-19 Agustus 2007 di Jakarta. Puluhan seniman dari berbagai daerah akan memeriahkan festival tersebut. (AYS)

[ Last edited byjf_pratama at 18-7-2007 05:56 PM ]

jf_pratama Publish time 18-7-2007 07:51 PM

Berubah Total
Rabu, 18 Juli 2007,

SURABAYA - Marcello Tahitoe, 22, cukup lama menghilang. Dua tahun setelah album keduanya, Ello Repackage, dia jarang muncul. Tapi, bukan berarti anak pasangan Minggus Tahitoe dan Diana Nasution mundur dari dunia tarik suara. Kini, Ello -sapaan Marcello-menumpuk amunisi untuk album ketiga.

"Sejak awal tahun aku sibuk dengan penyelesaian album ketiga. Sejauh ini baru berjalan sekitar 30 persen," terang pria kelahiran Jakarta 20 Februari 1983 tersebut ketika ditemui di Van Java Surabaya, Sabtu lalu (14/7).

Dalam album baru yang rencananya dirilis setelah Lebaran, Ello berusaha mengeluarkan seluruh kemampuan. Menurut dia, semua lagu yang terekam dalam album ketiganya ciptaan sendiri. Materi lagu sudah rampung sekitar 80 persen. "Aku berusaha total dalam album ketiga karena album ini sangat personal bagi saya," tutur mahasiswa Fisip UI itu.

Penerima penghargaan pada ajang AMI (Anugerah Musik Indonesia) 2005 lalu untuk kategori Pendatang Baru Terbaik dan Album Terbaik itu mengatakan, warna musik yang diusung akan lebih ngepop dan kental dengan sound gitar. Itu karena Ello ingin mengenang masa lalu yang tampil di panggung pertama sebagai gitaris. Berarti album itu berbeda dengan album pertama dan kedua yang padat dengan black music.

Tema yang ditawarkan pun lebih beragam. Mulai cinta, sosial, sampai persahabatan. "Aku tergerak bikin lagu bertema sosial karena melihat keadaan sekeliling. Banyak orang yang tidak seberuntung aku," ucapnya.

Totalitas penyanyi Pergi untuk Kembali itu bukan hanya dalam penulisan lirik. Dia juga berencana mendesain sendiri sampul albumnya. Diakui atau tidak, Ello ingin membangun citra baru yang benar-benar berbeda untuk masa depannya. Bahkan, rambut gondrong yang dulu jadi ciri khasnya telah dipangkas. "Kalau soal rambut, ini cuma masalah selera aja. Bosan sama rambut panjang," urainya. (nar)

[ Last edited byjf_pratama at 18-7-2007 06:55 PM ]

jf_pratama Publish time 18-7-2007 07:57 PM

Rabu, 18 Juli 2007,
Syuting Klip Dadakan

JAKARTA - Setelah meraup penjualan album Untuk Semua hampir 300 ribu kopi, grup band Radja syuting videoklip lagi. Kelompok yang terdiri atas Ian Kasela (vokal), Moldy (gitar), Indra (bass), dan Seno (drum), itu berakting untuk videoklip andalan berjudul Jangan Sakiti Aku di Hotel Orchadz, Jakarta, kemarin.

Pada videoklip garapan sutradara Glenn Keynama itu, para personel Radja mengenakan kostum serba hitam. Menurut Ian, itu atas permintaannya bersama personel lain. Agar muncul kesan sederhana, lebih maskulin, tapi tetap enak dipandang. "Sutradaranya setuju dan mudah-mudahan hasilnya bagus," harap pria yang gemar memakai kacamata hitam itu.

Syuting berlangsung sejak pagi hingga malam. Satu per satu personel Radja beraksi dengan alat musiknya masing-masing di depan kamera. Setelah itu, Ian beradu akting dengan V.J. Riyanti yang menjadi model dalam videoklip itu. "Ini adalah tentang cowok yang pertama-tama menyakiti pacarnya. Mereka kemudian putus, tapi cowoknya minta jadian lagi. Setelah jadian, giliran ceweknya yang menyakiti cowoknya," jelas Indra. "Seolah-olah ceweknya yang disakiti, padahal objek penderitanya adalah cowok," tambah Ian.

Penggarapan videoklip Jangan Sakiti Aku sangat mendadak. Tanpa rapat, tanpa pertemuan prasyuting, dan tanpa persiapan lain seperti biasanya. Mereka tiba-tiba bertemu di lokasi. Menurut Moldy, Radja baru saja pulang tur 23 kota sehingga tidak ada waktu untuk berdiskusi. "Kita cuma koordinasi by phone bahwa pada tanggal 17 Juli, pada pukul delapan pagi sudah kumpul di lokasi dengan kostum seperti ini dan konsepnya seperti ini," terus Indra.

Glenn tidak mempermasalahkan hal itu. Sebaliknya, sutradara videoklip itu justru merasa bahwa sistem yang mendadak dan koordinasi yang hanya lewat telepon sangat efektif dan menyenangkan.

Begitu pun para personel Radja. Mereka mengaku tidak masalah dan bisa menyerap perintah singkat sang sutradara. "Radja berusaha profesional. Disuruh manggung ya manggung, disuruh syuting ya syuting," kata Moldy.

Saat ini, album keenam Radja sudah terjual hampir 300 ribu kopi. Menurut Ian, tinggal menunggu momen untuk menggenapkan penjualan agar mencapai double platinum.

Berkaitan dengan ramainya gosip Ian Kasela yang dituduh-tuduh berselingkuh dengan perempuan bernama Poppy, Ian menegaskan bahwa penjualan album Radja tidak terpengaruh. "Menurut pihak label, penjualan (album) kita bagus-bagus saja," katanya. (gen)

[ Last edited byjf_pratama at 18-7-2007 06:59 PM ]

jf_pratama Publish time 19-7-2007 05:52 PM

Yogyakarta Gamelan Festival

Dari Bising Suara Knalpot, Saron, Bonang dan Kempul

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/07/19/Hiburan/19biker1.gif

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/07/19/Hiburan/19biker2.gif
Kelompok LOS asal Solo memainkan gelas-gelas plastik dengan intonasi beraturan dalam Yogyakarta Gamelan Festival.

Para pengendara motor gede (Moge) alias bikers, main gamelan. Susah membayangkannya ? Tapi itulah yang terjadi di ajang Yogyakarta

Gamelan Festival (YGF) pekan lalu. Puluhan bikers memamerkan kendaraan mereka. Tentu saja lengkap dengan raungan suara knalpot motornya di halaman Taman Budaya Rabu (11/7) malam lalu.

** missed drop char ** ** missed drop char ** ** missed drop char **Penonton terkaget-kaget. Ada yang menjauh dari tempat itu. Sebagian besar menutup telinga dan hidung. Para bikers bertubuh garang ini naik ke panggung. Ya, ampun, mereka ternyata mampu memainkan gamelan. Terdengar suara gong, saron, demung, kempul, bonang dan kendang.

Nada-nada yang mereka mainkan sederhana. Malam itu malam puncak acara festival. Para pemain gamelan yang penggemar moge itu terlihat berupaya keras memberikan sesuatu yang menawan bagi penonton.

Mereka berasal dari Motor Antik Club (MAC), Black Rider Jogja (BRJ), dan Mataram Scooter Club. Tiba-tiba saja seorang di antara mereka menari. Musik dengan tempo cepat terdengar. Tabuhan kendang mendadak rancak. Penari terlihat seperti kesurupan. Tapi uniknya para penabuh tetap santai sambil sesekali terdengar suara knalpot dari motor ber-CC besar yang diparkir tepat di depan panggung.

Luar biasa. Penonton terperangah. Orang-orang jalanan yang selama ini dianggap kurang beradab, ternyata mampu memainkan nada-nada pentatonis. Rasa ragu pada kemampuan mereka dari para penonton sirna. Penonton berdecak kagum dan bertepuk tangan.
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/07/19/Hiburan/19bikers.gif
Sapto Raharjo manajer YFG terlihat menggeleng-gelangkan kepala. Alex Dea seniman asal Amerika penggagas ide ini turut tersenyum.

"Monggo memaknai sendiri. Dalam bermusik tak ada pembicaraan dan tidak ada yang perlu dibicarakan. Cukup ada bunyi dan sepakat," kata Alex yang sepanjang acara YFG rajin menonton setiap penampilan peserta festival.

Alex mengaku hanya beberapa hari menjelang berlangsungnya YFG, dia mendapat ide untuk mengelola para bikers ini. Bermula dari rasa sumpeknya pada Kota Yogyakarta yang padat polusi, maka dia mengangkat tema Gamelan Knalpot. Betul saja, dalam beberapa menit, asap knalpot kembali mengepul-ngepul. Bau oli terbakar menyengat. Bisingnya suara Moge kembali terdengar keras.

Para bikers serius memukul gamelan di halaman Taman Budaya Yogyakarta, Rabu (11/7) malam lalu, sebagai acara penutup Yogyakarta Gamelan Festival.

Selain para bikers yang mengagetkan penonton, tampil pula Alexandra Dulic dan Kenneth Newby dari Kanada. Kenneth yang tergila-gila pada gamelan, mengolah suara-suara rebab, kempul, dan saron ke dalam satu piranti lunak. Kenneth dengan kelompok gamelan Madusari memainkan karawitan lewat olahan komputer memunculkan gambar visual pada sebuah layar selama 30 menit.

Selain kelompok itu, muncul juga Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) lewat Ensemble Kyai Fatahillah. Dengan gamelan mereka menampilkan nada jazz dan fusion. Kelompok LOS dari Surakarta juga asyik saja dan malah membawa komposisi bunyi dari gelas-gelas plastik yang dibentur- benturkan ke lantai.

Sekali lagi, gamelan bisa dari apa saja. Kelompok LOS secara lugas menghentak-hentakkan gelas plastik sebagai media mereka bermusik. Penonton boleh saja mempertanyakan di mana sebenarnya keindahan bunyi yang dimunculkan peserta festival. Tapi silakan menggerak-gerakan kaki jika menganggap bunyi yang muncul dari komposisi para seniman terdengar nikmat.

Festival kali ini juga menghadirkan grup musik gamelan Padhang Moncar yang berbasis di Universitas Victoria, Wellington, Selandia Baru. Mereka mengembangkan musik tradisional dari berbagai negara dan musik kontemporer di negaranya.

Di depan penonton festival, mereka mengkombinasikan gamelan Jawa dengan Bali dan tiupan Clarinet oleh Andrzej Nowicki dan Pippa Strom serta tiupan bariton Richard Robertshawe. Mereka juga mengajak serta seniman tari Didik Nini Thowok untuk memperagakan cerita suku asli Selandia Baru berjudul Rona. Jangan salahkan penonton yang merasa senang tapi agak bingung setelah menyaksikan pentas itu.

[ Last edited byjf_pratama at 19-7-2007 04:58 PM ]

jf_pratama Publish time 21-7-2007 12:30 PM

Kangen Suara Jelata
Frans Sartono

Suatu siang di Kantor Warner Music, Jakarta, enam awak band melahap nasi bungkus sambil duduk lesehan di lantai atau duduk bersila di sofa. Mereka adalah personel Kangen Band, kelompok dari Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, yang belakangan naik daun.

"Pacarku cintailah aku/ Seperti aku cinta kamu/ Tapi kamu kok selingkuh."

Itu penggalan lirik lagu Selingkuh dari Kangen Band, yang menurut seorang produser terkesan agak "kampungan". Akan tetapi, justru nuansa kampungan itulah yang menjadikan perusahaan rekaman Warner mengambil Kangen Band.

Band bentukan 4 Juli 2005 itu kini tengah mencicipi ujung dari sebuah popularitas. Album pertama Aku, Kau & Dia yang dirilis Warner Music Indonesia (WMI) pada Februari 2007 terjual sekitar 300.000 keping. Ini termasuk angka cukup tinggi mengingat artis terkenal pun saat ini cukup sulit untuk meraih angka penjualan 50.000 kopi.

Jadwal konser keliling mereka padat. Bulan Juni lalu mereka tur ke belasan kota di Jawa Tengah, seperti Cilacap, Klaten, Jember, Tuban, Sidorajo, sampai Banyuwangi, dan Kalimantan. Di Sampit, Kalimantan, mereka tampil di hadapan sekitar 19.000 penonton. Kangen bahkan akan tampil pada konser akbar Soundrenalin 2007. Mereka kebagian tampil di Palembang (22 Juli) dan Surabaya (5 Agustus).

Kangen tengah mencicipi rezeki. Meski relatif "kecil" dibandingkan dengan perolehan band penghasil album sampai di atas satu juta kopi, awak Kangen sudah sangat bersyukur. Dodhy, sang gitaris, vokalis, dan penggubah lagu, bisa membeli sepeda motor, pesawat televisi, dan meja-kursi, serta membantu ayahnya yang bekerja sebagai penarik becak.

"Aku sudah meminta bapak untuk berhenti narik becak, tapi enggak mau. Katanya, baik untuk jantung," kata Dodhy Hardiyanto (23) tentang ayahnya yang bernama Paijo.

Setakat, itulah pengalaman paling dramatik dalam perjalanan hidup Kangen sebagai band. Kangen berawak Dodhy pada gitar dan vokal, Andika (vokal), Thama (gitar 2), Bebe (bas), Iim (drum), dan Izzy (keyboards). Mereka sama sekali tak menyangka akan diambil oleh Warner, perusahaan rekaman besar yang juga menaungi Jikustik sampai Maliq & D’Essential. Warner sebagai bagian dari perusahaan rekaman raksasa Warner Group juga mengedarkan album dari sederet nama terkenal, mulai Phil Collins, MUSE, My Chemical Romance, sampai Linkin Park.

"Ketika tiba di Jakarta, kami ketemu Pak Jusak (Produser WMI). Kami diajak makan. Meja makannya gede banget. Kami kaget saat diajak melihat studio rekaman. Kami peluk-pelukan dan menangis," kenang Dodhy saat berkunjung ke WMI, Agustus 2006.

Jelata

Mereka lahir dari realitas kehidupan rakyat jelata, bukan produk reality show. Dodhy pernah menjadi kuli bangunan. Bebe yang bernama lengkap Novri Azwat (18) membantu orangtua jualan nasi uduk di depan Rumah Sakit Abdul Muluk, Bandar Lampung. Rustam Wijaya (22) alias Tama adalah penjual sandal jepit. Iim bekerja di bengkel motor, sedangkan Andika (23), sang vokalis, adalah penjual cendol keliling.

"Makanya suara keras karena biasa teriak-teriak jualan cendol," seloroh rekannya.

Dodhy dan kawan-kawan biasa nongkrong menghibur diri sambil nyanyi di jembatan di Jalan Dr Sutomo. Sesekali, mereka berpatungan agar bisa berlatih band di studio rental. Mereka sering harus menjaminkan sepeda motor sebagai jaminan kekurangan biaya sewa studio.

Pada Juli 2005 Kangen membuat CD demo dan mengirimnya ke stasiun radio di Bandar Lampung. Mereka mengirim demo lagu Penantian yang Tertunda dan kemudian Tentang Aku, Kau & Dia. Karena jarang diputar, awak Kangen sengaja menelepon ke radio tersebut dengan berpura-pura sebagai pendengar yang meminta lagu itu untuk diperdengarkan.

Belakangan Tentang Aku, Kau & Dia sering diputar oleh radio tersebut. Sekitar empat minggu kemudian Dodhy mendengar lagu Kangen diputar oleh penjual CD di kaki lima di Pasar Tengah, Tanjung Karang.

"Waktu itu kami seneng banget denger lagu kami dibajak," kenang Dhody.

Lagu Kangen versi bajakan itu semakin populer pada pertengahan tahun 2006. Di radio, pasar, angkot-angkot di Lampung, sampai sejumlah mal di Jakarta sering memutar lagu Tentang Aku, Kau & Dia versi bajakan. Dari popularitas ala bajakan itu, Kangen banyak mendapat undangan manggung. Mereka pertama kali manggung di Pringsewu, Lampung, dengan honor Rp 800.000.

Popularitas Kangen itu kemudian terendus oleh semacam agen bernama Positif Art Management. Bulan Agutus 2006 Kangen mendapat panggilan untuk tampil di Jakarta. Bermodal uang pinjaman mereka berangkat ke Jakarta.

"Kami ketemu mereka dalam keadaan nganggur. Kami tawari mereka untuk main di Jakarta," kenang Sujana dari Positif Art Management.

"Kampungan"

Mengapa Kangen Band?

"Kami menyukai mass market (pasar massal) selain juga yang segmented—tersegmentasi. Yang segmented ini juga penting," kata Jusak Sutiono, Managing Director WMI yang ditemui di Kantor WMI, Jakarta.

Pasar massal dalam dunia dagang adalah kelompok konsumen paling besar untuk produk tertentu. Lebih spesifik lagi pasar massal untuk Kangen Band tersebut adalah kelompok C dan D. Mereka, dari parameter daya beli, adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah.

"Mass market, kelas C dan D, kini dilupakan orang," kata Jusak.

Jusak menengarai, pasar massal cenderung menyukai lagu dengan melodi yang didominasi nada minor serta aransemen sederhana. Di telinga Jusak, Kangen Band menawarkan materi dengaran yang agak berbeda, yaitu adanya sentuhan Melayu dan Mandarin pada beberapa lagu mereka, seperti pada lagu Tentang Bintang atau juga Adakah Jawabnya.

"Dan lirik lagu agak kampungan itu tadi ha-ha-ha...." kata Jusak.

Lirik "kampungan" bisa diartikan sebagai penyampaian dengan kata-kata lugas, tanpa basa-basi atau dirangkai-rangkai agar terkesan indah atau puitis seperti terdengar pada lagu Selingkuh di atas.

[ Last edited byjf_pratama at 21-7-2007 11:32 AM ]

jf_pratama Publish time 21-7-2007 08:10 PM

Pergelaran Keroncong Persembahan untuk sang Maestro
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/07/21/Hiburan/20gesang.gif

SP/Irawati Diah Astuti

Maestro keroncong, Gesang akan berkolaborasi dengan pengusaha Setiawan Djody dan beberapa musisi lainnya dalam pergelaran "Keroncong Menuju Musik Dunia", yang akan digelar Minggu (22/7) di Sasono Langen Budoyo, TMII, Jakarta Timur.

"Nama atau branding Gesang sebagai seorang maestro saya rasa akan menarik generasi muda sekaligus menantang mereka untuk ikut berpartisipasi di ajang ini." (Setiawan Djody)

Nama Gesang tentunya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Maestro musik keroncong ini sudah menjadi legenda hidup karena lagu Bengawan Solo ciptaannya. Tak hanya dikenal di dalam negeri, namanya juga harum hingga ke dunia internasional.

Untuk itu, Yayasan Gesang menggelar Pergelaran Keroncong Menuju Musik Dunia pada Minggu (22/7) di Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Pergelaran yang bertema Keroncong Takkan Pernah Mati itu dimaksudkan untuk menghormati dan mengangkat musik keroncong, serta kharisma Gesang sebagai sang maestro di bidangnya.

Dalam acara tersebut, Gesang yang pada 1 Oktober mendatang genap berusia 90 tahun, akan tampil bersama musisi-musisi juniornya. Uniknya, meski mengangkat musik keroncong, musisi yang tampil tak sepenuhnya berasal dari dunia keroncong.

"Kami akan menampilkan keroncong yang berkolaborasi dengan gamelan Jawa dan Sunda klasik asli, serta iringan instrumen string. Penyanyi yang akan tampil selain Waldjinah dan Sundari Soekotjo yang memang penyanyi keroncong, juga akan hadir Iis Dahlia, Tantowi Yahya dan penembang asal AS, Elizabeth Karen Sekararum," tutur Gunadi yang bertindak sebagai koordinator musik ajang tersebut kepada wartawan di kediaman Setiawan Djody di Jakarta Barat, Kamis (19/7).

Para musisi non dangdut tadi akan tampil membawakan lagu khas masing-masing yang sudah diaransemen ulang ke musik keroncong. Iis Dahlia, misalnya. Ia akan membawakan beberapa lagu dangdut, di antaranya adalah Kopi Dangdut yang dipopularkan Fahmi Sahab. Untuk lagu ini, Iis juga akan diiringi Raffi, sang penabuh dram cilik dalam interval lagu. Diharapkan, Kopi Dangdut versi keroncong kolaborasi ini akan bisa hadir unik dan menarik.

Tantowi Yahya sebagai Ketua Panitia Pengarah acara akan berkolaborasi dengan sang maestro dalam lagu Bengawan Solo. Untuk penampilan tersebut, Gesang pun sudah hadir di Jakarta selama empat hari, khusus untuk berlatih.

Rencananya, konser akan berlangsung selama 2,5 jam dengan banyak kejutan di sana-sini. Maklum, sosok Gesang banyak dikagumi orang. Dari rakyat biasa hingga penyair sekaliber Taufiq Ismail atau musisi sekelas Iwan Fals.

Pergelaran Keroncong Menuju Musik Dunia ini merupakan proyek perdana Yayasan Gesang. Yayasan tersebut sebenarnya sudah berdiri sejak dua tahun lalu. Namun karena kesibukan para anggota dan pendirinya, baru kali ini mereka meluncurkan acara yang diharapkan bisa menggugah rasa berkesenian dan cinta musik keroncong masyarakat.

Setiawan Djody, sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Gesang, mengaku salut akan kegigihan sang maestro keroncong, serta musikalitasnya.

"Gesang banyak mempengaruhi musik saya dan juga Kantata Takwa," tutur pengusaha sukses asal Solo ini.

Djody melanjutkan, dirinya sangat berharap, kehadiran Yayasan Gesang berikut konser ini bisa merevitalisasi lagu dan dunia musik keroncong itu sendiri. Ia prihatin pada tumpulnya rasa cinta budaya para pengusaha. Sebagai contoh, ia mengacu pa- da rencana perombakan Taman Sriwedari Solo yang akan dijadikan sebuah hypermarket.

"Saya sangat tidak setuju dengan rencana itu. Kalau perlu, saya akan mendirikan Gesang Center di situ, ketimbang dijadikan Carrefour. Jika Gesang Center sudah jadi, gedung itu tidak hanya fokus pada musik, namun juga sebagai pusat pemikiran kebudayaan," jelasnya antusias.

Djody juga berniat untuk menggelar acara Gesang Award kelak. Lewat ajang ini, ia ingin menantang generasi muda yang ingin berkarya di dunia keroncong.

"Nama atau branding Gesang sebagai seorang maestro saya rasa akan menarik generasi muda sekaligus menantang mereka untuk ikut berpartisipasi di ajang ini," katanya.
Pages: 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 [12] 13 14 15 16 17 18 19 20 21
View full version: KUMPULAN BERITA MUSIK INDONESIA PALING ANYAR


ADVERTISEMENT